Sepertiga Kehidupan Manusia
Ada riwayat yang mengatakan bahwa
Luqman al-Hakim berwasiat kepada anak-sepertiga kehidupan manusia didistribusikan ; sepertiga untuk Allah, sepertiga
untuk dirinya dan sepertiga lagi untuk cacing tanah”.
Secara lengkap dan penjabarannya
tentang sepertiga kehidupan manusia adalah sebagai berikut:
Sepertiga untuk Allah
Allah tidak menghendaki apapun
kecuali kembalinya ruh (penghidupan) kepada Allah setelah menjalankan perannya
sebagai khalifatullah dengan bersih, kebersihan ruh ini diminta untuk bersih
seperti pada saat Allah meniupkannya kedalam diri manusia semenjak di kandungan
usia 120 hari
ثُمَّ
سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ
وَالْأَفْئِدَةَ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
Kemudian Dia menyempurnakan dan
meniupkan ke dalam (tubuh) nya roh (ciptaan) -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu
pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur. (QS.
As-Sajdah: 9)
Sumber yang mendorong manusia untuk
berbuat baik adalah kejernihan hatinya, karena itulah Nabi bersabda, bahwa
Allah tidak melihat secara fisik tetapi melihat hati hamba-Nya.
وَعَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ صَخْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى
أَجْسَامِكُمْ وَلاَ إِلَى صُوَ رِكُمْ ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ
“Diriwayatkan dari Abu Hurairah
Abdirrahman bin Syahrin radhiyallahu ‘anhu, ‘Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, ‘Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh kalian dan
tidak pula kepada rupa kalian, tetapi Dia melihat kepada hati kalian.” (HR.
Muslim)
Sepertiga untuk Diri
Isi nasehat yang kedua adalah sepertiga
untuk dirimu, yaitu amalmu. Dalam panggung kehidupan ini milik pribadi yang
hakiki yang dapat dinikmati dan menemani seorang hamba hingga menghadap kepada
Allah adalah amal perbuatannya. Harus diyakini bahwa di alam ‘sana’ tidak kenal
rekayasa sedikitpun, semua hamba Allah disetting sedemikian sehingga menjadi
pribadi yang sanat jujur tidak mampu berbohong sedikitpun, karena yang
berbicara tidak lagi lisan tetapi semua yang ada di sekeliling kita akan
menjadi saksi
Allah berfirman
الْيَوْمَ
نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ
بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ.
Pada hari ini Kami tutup mulut
mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki
mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan. (QS. Yaasin: 65)
Sepertiga untuk Cacing Tanah
Adapun sepertiga dari kehidupan ini
adalah untuk cacing tanah, yaitu jasad kita, kita bekerja setiap hari untuk
merawat fisik agar tetap sehat dengan nutrisi yang seimbang, tetapi pada
saatnya nanti setelah pulang keharibaannya dan seonggok badan ditidurkan di
dalam tanah untuk selamanya ia akan menjadi santapan cacing tanah.
Coba lihatlah Bilal bin Rabbah
dengan kulitnya yg hitam, lihat pula Amr bi Jamuh dengan kakinya pincang,
Abdullah bin Ummi Maktum dengan kebutaan penglihatan. Mereka mulia di sisi
Rabbnya, Rasulullah mengakui keutamaan mereka. Bukan karena tampannya atau
cantiknya rupa, bukan pula karena sempurna anggota badannya. Namun semuanya
karena kesetiaan pada ikrar syahadat yang diucapkan, kepatuhan pada aturan
syariat, melaksanakan kewajiban tanpa keengganan, dan ketaqwaan yang menghunjam
sanubari tanpa lekang.
Oleh karena itu tak ada sediktipun
yang patut dibanggakan dalam kehidupan ini bila orientasinya kepada fisik,
karena hidup yang sesungguhnya adalah non-fisik, hidup yang abadi adalah hidup
sesudah kematian dan kehidupan untuk alam sesudahnya, itulah sepertiga kehidupan manusia.
Nasehat di atas kelihatannya sangat
simpel tetapi menacakup semua kehidupan dalam istilah manthiqy disebut jami’
mani’ isi kehidupan secara keseluruhan ini tercakup dalam nasehat tersebut,
sepertiga untuk Allah adalah ruhnya, sepertiga untuk manusia adalah amalnya.
Dan sepertiga untuk cacing tanah adalah jasadnya setelah mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar